
lingkar-desa.com- Sejak Sabtu (13/11/2021) sampai dengan Minggu (14/11/2021) lalu masyarakat adat dan pelaku usaha kecil menjalankan aktifitas jual beli di di To Menas, Desa Watukoto, Kecamatan Molo Utara. Inilah Pasar Katemak edisi ke-6.
Ada 23 pelapak atau yang disebut lapakers terlibat dalam Pasar Katemak. Mereka yang terlibat diantaranya para wanita tani muda seperti KWT Suka Maju Desa Ajaobaki, Kelompok Tunas Muda Desa Nenas, Lapak Mama Fun dari Desa Taiftob, Usaha Kreatif Kopi Aksi, Dapoer Mama Flores, dan Grafiti Art Restart. Selain itu ada sejumlah pelapak lain yang menyediakan berbagai olahan pangan lokal dan hasil bumi kelompok-kelompok tani dari desa-desa sekitar.
Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama Yayasan Pikul, Oxfam dengan komunitas petani perempuan di 4 Desa di Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS atas dukungan dari Australian Aid dan Kemensos RI untuk melaksanakan program Komunitas Tangguh Iklim dan Bencana di Indonesia atau Indonesia Climate and Disaster Resilient Communities (ICDRC) melalui Penguatan Petani Muda Perempuan (Young Female Farmers).
Baca: Poktan Obor Sodang Dorong Petani Nen Bura Produksi Pupuk dan Pestisida
Pasar Katemak kali ini diorganisir oleh Komunitas AMFEKU, sebuah kelompok anak muda asal Kupang dan TTS yang berkumpul karena mimpi bersama untuk membangun kampung halaman.
Budaya dan Kearifan Lokal
Katemak adalah makanan lokal orang Timor yang terbuat dari jagung. Mirip seperti Bose hanya saja kulit ari untuk biji jagung Katemak tidak dikupas seperti ketika hendak membuat Bose. Jagung direbus bersamaan dengan aneka bahan lain seperti kacang-kacangan, daun serta buah pepaya.
Pasar Katemak sendiri berarti Pasar dan Bazar Karya Teman dan Komunitas. Pertama kali diselenggarakan pada tahun 2019 lalu.
Tak dijelaskan terkait hubungan antara Katemak sebagai olahan pangan lokal khususnya bagi masyarakat Timor dengan nama Pasar Katemak. Akan tetapi, dapat disimpulkan kuatnya isu kedaulatan ekonomi dan solidaritas di balik Pasar Katemak.
“Ini katong punya kerinduan lama di Pikul. Katong ingin supaya ada satu tempat dimana komunitas-komunitas, baik di desa maupun di Kota Kupang bisa berkumpul sekaligus merayakan apa yang sudah dong hasilkan,” ungkap Program Manager Active Citizens and Community Facilitations Perkumpulan Pikul, Dany Wetangterah sebagaimana dikutip dari lekontt.com edisi Jumat, 7 Juni 2019.
Budaya dan kearifan atau sistem pengetahuan lokal tersebut turut mendominasi Pasar Katemak edisi 6. Tema yang diangkat tahun ini adalah “Tabur Benih”.
Bagi sebagian orang Dawan, Tabur Benih adalah bentuk ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena masyarakat TTS khususnya Mollo telah memasuki musim tanam atau tabur benih. Selain itu, tema “Budaya Tabur Benih” merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengajak generasi muda agar melestarikan dan menjaga budaya, alam dan lingkungan yang sudah ada sejak dulu.
Baca: Press Release Koalisi Aktifis NGO Maumere Menanggapi Represi Polisi Di Lokasi Waduk Lambo–Nagekeo
Selain aktifitas jual beli, Pasar Katemak juga menghadirkan cerita kampung, demo menenun, ritual adat, permainan musik tradisional dan tari-tarian. Semuanya sengaja ditampilkan sebagai bagian dari upaya memperkenalkan kembali kebudayaan yang telah direduksi oleh kebudayaan luar.
“Pasar Katemak digelar untuk mengembangkan potensi lokal dengan memberdayakan masyarakat lokal baik itu komunitas maupun individu untuk dapat memasarkan produk mereka,” ungkap Koordinator Komunitas AMFEKU, Mutis Snae melalui release yang diterima lingkar-desa.com pada Rabu (17/11/2021).
Pelibatan kelompok dampingan Pikul, yakni Komunitas Amfeku mau menunjukkan peran penting anak muda dalam membangun kampung atau daerah asal dan bagi lapakers dapat memamerkan dan menjual produk yang sudah dibuat, serta bagi pengunjung sebagai pembeli dapat mengenal kembali budayanya, menjaga alam dan lingkungan untuk penghidupan berkelanjutan.

Mengutip dari akun Instragram Setidaknya ada 5 alasan mengapa Pasar Katemak menarik dilirik.
Pertama, belanja di Pasar Katemak tidak menggunakan mata uang Rupiah melainkan Loit. Sebelum berbelanja calon pembeli harus menukarkan uang rupiah dengan Kat atau Loit di Bank Kat. Kat atau Loit adalah mata uang khusus terbuat dari kayu dengan nominal uang tertera, menunjukkan konversinya ke Rupiah. Loit berasal dari bahasa Dawan yang artinya uang, 1 Kat/loit nilainya Rp2.000. Seluruh transaksi jual beli diwajibkan menggunakan mata uang ini.
Kedua, tidak untuk sampah sekali pakai. Sebagai upaya untuk mengurangi sampah plastik, pelapak dan pembeli tidak diperkenankan menggunakan plastik sekali pakai melainkan kertas koran dan anyaman atau sokal lah yang dipakai sebagai penggantinya.
Ketiga, tersedia berbagai menu pangan lokal. Ini sekaligus merupakan upaya memperkenalkan keberagaman pangan lokal dan olahannya.
Keempat, ada juga pelapak yang menjual produk lain selain menu lokal. Terdapat produk lain selain pangan lokal seperti olahan makanan atau minum dari bahan lokal dan kain tenunan.
Kelima, bisa menikmati alam dan budaya yang indah. Pasar Katemak tidak cukup hanya dijadikan tempat berbelanja. Lokasi pasar menyediakan keindahan alam dan hawa pedesaan yang segar.
Keberlanjutan

Ada harapan agar Pasar Katemak terus berlanjut. Ini dikarenakan warga merasakan dampak ekonomi, sosial dan budaya dari kehadirannya.
“Kami biasanya jual ke Pasar Kapan hari Kamis dan Pasar Nenas hari Rabu. Hari ini kami pasarkan Madu asli Timor, bawang merah, bawang putih dan hasil pertanian lainnya. Semuanya tidak pakai pupuk. Ini hasil kerja kami,” ungkap Mama Anastasi, pelapak asal Desa Nenas sebagaimana dikutip dari kupang.tribunnews.com edisi Minggu, 14 November 2021.
Komunitas AMFEKU juga merasakan manfaat yang luar biasa dari Pasar Katemak karena bisa mengenal kebudayan dan pengetahuan lokal baik itu yang berkaitan dengan kampung maupun pertanian dan kedaulatan pangan.
Baca: Pariwisata Kerakyatan: Tanding atau Naik Banding?*
“Saya juga berharap kedepan dapat dilaksanakan lagi pasar katemak ke 7, 8 dan seterusnya,” tandas Mutis.
Hal senada disampaikan, Asty Banoet selaku Private Sector Enggagement Officer program YFF. Dirinya berharap kerjasama antara Yayasan Pikul, Komunitas AMFEKU dan mitra penyelenggara lainnya dapat terus terbangun untuk pelaksanaan Pasar Katemak berikutnya.
“Bukan hanya untuk Pasar Katemak. Semua kita diharapkan tetap mendukung pengembangan kelestarian kebudayaan, adat istiadat dan pangan lokal yang harus terus dikampanyekan untuk diketahui oleh masyarakat luas,” tegasnya.
Pasar Katemak bukan sekedar pasar tempat permintaan dan penawaran diadu. Di Pasar Katemak, aktifitas ekonomi menjadi ruang solidaritas masyarakat lokal, media pertukaran pengetahuan dan sarana memperkenalkan kearifan dan kebudayaan masyarakat lokal untuk berdaya dengan apa yang dimiliki. * * *